Petani Milenial itu adalah Masa Depan Bangsa

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-“Pangan merupakan soal mati hidupnya suatu bangsa. Apabila kebutuhan pangan tidak di penuhi maka malapetaka. Oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal dan revolusioner”. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian Prof. Dedi Nursyamsi menyapa ratusan Mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor dengan pesan utama Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno.

Perkataan Presiden Soekarno terbukti di beberapa event besar dunia dan nasional ujar Prof. Dedi. Runtuhnya Soviet union hingga orde lama dan orde baru berawal dari krisis pangan yang diikuti oleh krisis sosial hingga krisis politik dan moneter. Uang tidak lagi ada harganya karena mengalami devaluasi saat itu.

“Karena itu benar yang disebutkan Presiden pertama kita bahwa masalah pangan itu masalah hidup dan matinya suatu bangsa”. Karena itu saya berharap anda semua bisa belajar disini dengan baik penjadi petani-petani milenial yang tangguh di lapangan, cerdas melek ilmu pertanian teknologi dapat memanfaatkan era 4.0 ini. “Kedepan pembangunan pertanian harus didominasi oleh petani milenial," ujarjar Kepala BPPSDMP Kementerian Pertanian. Bogor, Rabu (31/7) lalu.

Dedi menambahkan bahwa salah satu Nawacita Presiden Joko widodo adalah kedaulatan pangan yaitu kita harus berdaulat, mampu mengatur pangan kita sendiri. Kemandirian pangan membuat kita tidak tergantung pada negara lain. hal ini adalah keharusan pada saat kita dalam kodisi krisis. “Kita harus swasembada pangan yaitu mampu menyediakan pangan dengan tangan kita sendiri dengan keringat dan lahan petani kita sendiri”. Ujar Dedi yang disambut riuh tpuk tangan ratusan mahasiswa Polbangtan Bogor yang hadir. 

Kementerian pertanian melaksanakan Upaya Khusus (Upsus) yang dilakukan secara besar-besaran, revolusioner dan radikal. 100 tahun Indonesia di 2045 kita tidak hanya swasembada tapi harus bisa menghidupi saudara-saudara kita di negara lain. Indonesia harus menjadi Lumbung pangan dunia 2045. Kita harus mampu meningkatkan produktivitas pertanian kita.

Dedi mengingatkan bahawa ada 3 pengungkit utama dalam peningkatan produktivitas pertanian yaitu infrastruktur, inovasi teknologi dan pemberdayaan SDM pertanian. Petani kita berikan penyuluhan, demplot alat mesin pertanian (alsintan) lalu kita bantu pupuk, jaringan irigasinya, namum apakah petani bisa bekerja memproduksi sendiri semua?

Karena itu pemberdayaan manusia menjadi pengungkit produktivitas yang paling penting dibanding faktor yang lain. Itulah mengapa kita terus tingkatkan kemampuan Petani Milenial. Petani Milenial yang mampu membaca kesulitan dan mengatasi masalah. kedepan Milenal yang dapt mentrasnformasi pertanian tradisional ke pertanian modern. Segala sesuatunya otomatis menggunakan teknologi internet of things, menggunakan big data Artificial intelligence. 

Kementan menggerakkan 1 juta Petani Milenial yang berorienstasi ekspor, mampu mengemas memasarkan produk yang berdaya saing. Kita sedang mencetak 1 juta Petani Milenial beroientasi ekspor contoh disektor perkebunan. Lalu di sektor Hortikultura Salak kita sudah diekspor ke Taiwan. Manggis kita sudah diekspor ke China. Pisang dan Nanas ke Spanyol bahkan kambing kita sudah diekspor ke papua nugini dan Timor Leste. Jagung kita ekspor ke Filipina, Vietnam dan Malaysia. 

Petani Milenial kita berikan magang di luar negeri. Ada magang di Taiwan dan Jepang, sepulangnya mereka bisa menjadi contoh-conton inspirasi Petani-petani milenial yang tangguh di lapangan, yang cerdas dan memiliki jiwa enteprenuership. 

Pengembangan SDM Pertanian menjadi fokus utama Kementerian Pertanian sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Karena itu ujar Dedi kembali mengingatkamn semua Mahasiswa Polbangtan Bogor “Kedepan pembangunan pertanian harus didominasi oleh petani milenial”. (p/eg)